Sabtu, 28 Desember 2013

masalah bep

Pengertian Break Even Point
Break even point atau titik impas dapat diartikan sebagai suatu keadaan dimana dalam operasi perusahaan, perusahaan tidak memperoleh laba dan tidak menderita rugi (penghasilan = total biaya). (Munawir, 1986). Menurut Rosyandi (1985) break even point merupakan titik  produksi dimana hasil penjualan akan tepat sama dengan total biaya produksi.
Munawir (1986) menyatakan bahwa analisa break even point merupakan suatu analisa yang ditujukan untuk menentukan tingkat penjualan yang harus dicapai oleh suatu perusahaan agar perusahaan tersebut tidak menderita kerugian (keuntungan=0). Melalui analisa BEP dapat dibuat perencanaan penjualan, sekaligus perencanaan tingkat produksi, agar perusahaan secara minimal tidak mengalami kerugian. Selanjutnya karena harus untung berarti perusahaan harus berproduksi di atas BEP  atau titik impas. (Rosyandi, 1985).
Analisis break even point digunakan untuk menentukan hal-hal sebagai berikut: (1) jumlah penjualan minimum yang harus dipertahankan agar perusahaan tidak mengalami kerugian. Jumlah penjualan minimum ini berarti juga jumlah produksi minimum yang harus dibuat, (2) jumlah penjualan yang harus dicapai untuk memperoleh laba yang telah direncanakan atau dapat diartikan bahwa tingkat produksi harus ditetapkan untuk memperoleh laba tersebut, (3) mengukur dan menjaga agar penjualan dan tingkat produksi tidak lebih kecil dari BEP, dan (4) menganalisis perubahan harga jual, harga pokok dan besarnya hasil penjualan atau tingkat produksi. Sehingga analisis terhadap BEP merupakan suatu alat perencanaan penjualan dan sekaligus perencanaan tingkat produksi, agar perusahaan secara minimal tidak mengalami kerugian. Selanjutnya karena harus memperoleh keuntungan berarti perusahaan harus berproduksi di atas BEP-nya (Prawirasentono, 1997).
Manfaat analisis BEP menurut Sutrisno (2000) adalah: (1) perencanaan produksi dan penjualan sesuai target laba yang diinginkan, (2) perencanaan harga jual normal atas barang yang dihasilkan untuk mencapai laba yang ditargetkan dengan memproyeksikan target penjualan, (3) perencanaan dan pemilihan metode produksi yang digunakan dan (4) penentuan titik tutup pabrik (shut down point), yaitu ketika penjualan tidak mampu menutup biaya variabel dan biaya tetap tunai.
Dalam menggunakan analisis BEP, harus dipenuhi asumsi-asumsi dasar sebagai berikut:
1.     Biaya di dalam perusahaan digolongkan kedalam dua jenis biaya, yaitu biaya variabel dan biaya tetap. Jika ada biaya semi variabel harus dialokasikan kedalam dua jenis biaya tersebut.
2.     Besarnya biaya variabel secara total berubah-ubah secara proporsionil dengan volume produksi/penjualan. Ini berarti bahwa biaya variabel per unitnya adalah tetap sama.
3.     Besarnya biaya tetap secara total tidak berubah meskipun ada perubahan volume produksi/penjualan. ini berarti bahwa biaya tetap per unitnya berubah-ubah karena adanya perubahan volume kegiatan.
4.     Harga jual per unit tidak berubah selama periode analisis.
5.     Perusahaan hanya memproduksi satu macam produk. Apabila diproduksi lebih dari satu macam produk, perimbangan penghasilan penjualan antara masing-masing produk harus tetap.
Metode Perhitungan BEP
Untuk menentukan BEP suatu usaha bisnis dapat digunakan beberapa cara yaitu: (1) pendekatan trial and error, (2) pendekatan grafik, dan (3) pendekatan matematis.  Perhitungan break-even point dengan pendekatan trial and error (coba-coba), yaitu dengan menghitung keuntungan operasi dari suatu volume produksi/penjualan tertentu dan terus diulang hingga menghasilkan volume produksi/penjualan yang menghasilkan keuntungan =0 (Total Revenu=Total Cost).  Apabila perhitungan menghasilkan keuntungan maka hitung kembali dengan mengambil volume penjualan/produksi yang lebih rendah sebaliknya jika hasil perhitungan mengalami kerugian maka hitung kembali dengan mengambil volume penjualan/produksi yang lebih besar.  Demikian dilakukan seterusnya hingga dicapai volume penjualan/produksi di mana penghasilan penjualan tepat sama dengan besarnya biaya total. Contoh: Suatu perusahaan bekerja dengan biaya tetap sebesan Rp 300.000. Biaya variabel per unit Rp 40. Harga jual per unit Rp l00. Kapasitas produksi maksimal 10.000 unit. BEP usaha ini dihitung dengan cara coba-coba dengan menghitung keuntungan saat  volume produksi 6.000 unit. Dengan volume produksi 6.000 unit maka dapat dihitung keuntungan operasi sebagai berikut:
Π   = Q x P – (FC + (Q x VC))
      = (6.000 x Rp 100) – (Rp 300.000,00 + (6.000 x Rp 40)) 
      = Rp 600.000 - (Rp 300.000 + Rp 240.000)
      = Rp 60.000
Pada volume produksi 6.000 unit perusahaan masih mendapatkan keuntungan. Ini berarti bahwa break-even pointnya terletak di bawah 6.000 unit. Hitung kembali dengan memisalkan volume penjualannya sebesar 4.000 unit, dan hasil perhitungannya adalah sebagai berikut:
= (4.000 x Rp 100) — (Rp 300.000 + (4.000 x Rp 40))
= Rp 400.000 — (Rp 300.000 + Rp160.000)           
= - Rp 60.000,00
Pada volume 4.000 unit ternyata diderita kerugian sebesar Rp 60.000 sehingga break-even pointnya lebih besar dari 4.000 unit. Misalkan volume penjualannya 5.000 unit, dan hasil perhitungannya adalah sebagai berikut:
= (5.000 x Rp 100) — (Rp 300.000 + (5.000 x Rp 40))
= Rp 500.000 — (Rp 300.000 + Rp 200.000)         
= Rp 0.
Ternyata pada volume produksi penjualan 5.000 unit tercapai break-even point dimana keuntungan nettonya sama dengan nol.
 Pendekatan grafik dilakukan dengan menggambarkan unsur-unsur biaya dan penghasilan kedalam sebuah gambar grafik. Dalam gambar tersebut akan terlihat garis-garis biaya tetap, biaya total yang menggambarkan jumlah biaya tetap dan biaya variabel, dan garis penghasilan penjualan. Besarnya volume produksi/penjualan dalam unit digambarkan pada sumbu horizontal (sumbu X) dan besarnya biaya dan penghasilan penjualan digambarkan pada sumbu vertikal (sumbu Y).
Untuk menggambarkan garis biaya tetap dalam grafik break even point dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan menggambarkan garis biaya tetap secara horizontal sejajar dengan sumbu X, atau dengan menggambarkan garis biaya tetap sejajar dengan garis biaya variabel. Pada cara yang kedua, besarnya contribution margin akan tampak pada gambar break even point tersebut.
Penentuan break even point  pada grafik, yaitu pada titik dimana terjadi persilangan antara garis penghasilan penjualan dengan garis biaya total. dan Apabila titik tersebut kita tarik garis lurus vertikal ke bawah sampai sumbu X akan tampak besarnya break even point dalam unit. dan Kalau titik itu ditarik garus lurus horizontal ke samping sampai sumbu Y, akan tampak besarnya break even point dalam rupiah.
Untuk jelasnya, perhatikan contoh berikut ini:  Suatu perusahaan beroperasi dengan biaya tetap sebesar Rp 300.000, biaya variabel per unit Rp 40. Harga jual produk  per unit Rp l00. Kapasitas produksi maksimal 10.000 unit. Dengan dua cara dalam menggambarkan garis biaya tetap, atas dasar data tersebut, kita dapat membuat dua gambar break even point
Gambar 1.  Grafik BEP dengan Biaya Tetap Sejajar Sumbu X
Gambar 2. Grafik BEP dengan Biaya Tetap yang Sejajar Garis Biaya Variabel
Dari Gambar 1 dan Gambar 2 tersebut terlihat bahwa break even point tecapai pada volume penjualan sebesar Rp 500.000 atau dinyatakan dalam unit sebanyak 5.000 unit. Pada Gambar 2. adalah lebih baik karena pada gambar tersebut tampak konsep contribution margin. Dalam gambar tersebut break-even point tercapai pada volume kegiatan di mana contribution margin (yaitu penghasilan penjualan minus biaya variabel) tepat sama besarnya dengan biaya tetap, yaitu pada volume penjualan Rp 500.000 atau dalam unit sebanyak 5.000 unit.
Perhitungan BEP dengan pendekatan matematis menggunakan rumus aijabar dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: (a) atas dasar unit dan (b) atas dasar nilai penjualan dalam rupiah.
a.      Perhitungan BEP atas dasar unit dapat dilakukan dengan menggunakan rumus:
........................................................................ (1)
dimana
P = harga jual per unit
V = biaya variabel per unit
FC = biaya tetap
Q = jumlah unit/kuantitas produk yang dihasilkan dan dijual.
Dari contoh di atas dapat dihitung secara langsung dalam unit dengan menggunakan rumus pada persamaan 1 dan hasilnya adalah sebagai berikut:
b. Perhitungan break-even point atas dasar nilai penjualan dalam rupiah dapat dilakukan dengan menggunakan rumus aljabar sebagai berikut:
  ............................................................................... (2)
dimana:
FC = biaya tetap
VC = biaya variabel
S = volume penjualan
Dengan menggunakan contoh pada bagian sebelumnya, BEP penjualan yang dinyatakan dalam rupiah dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 2 sebagai berikut:
Dari hasil perhitungan tersebut dapat diketahui bahwa volume penjualan BEP yang  dinyatakan dalam rupiah sebesar Rp 500.000. Apabila volume penjualan tersebut dibagi dengan harga jual per unit, hasilnya menunjukkan break-even point dalam unit yaitu:
Dalam analisa BEP perlu pula dipahami konsep Margin of Safety. Margin of safety merupakan batas penurunan penjualan yang bisa ditolerir oleh perusahaan agar tidak menderita kerugian (Sutrisno, 2000). Besarnya margin of safety dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Margin of Safety merupakan angka yang menunjukkan jarak antara penjualan yang direncanakan atau dibudgetkan (budgeted Sales) dengan penjualan pada break even. Dengan demikian maka margin of safety adalah juga menggambarkan batas jarak, dimana kalau berkurangnya penjualan melampaui batas jarak tersebut, perusahaan akan menderita kerugian. Dari contoh, besamya margin of safety dapat dihitung sebagai berikut:
Angka margin of safety sebesar 50% menunjukkan jika jumlah penjualan yang nyata berkurang atau menyimpang lebih besar dari 50% (dari penjualan yang direncanakan) perusahaan akan menderita kerugian. Kalau berkurangnya penjualan hanya 40% dari yang direncanakan, perusahaan belum menderita kerugian.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa makin kecil margin of safety berarti makin cepat perusahaan menderita kerugian dalam hal adanya penurunan jumlah penjualan yang nyata. Untuk membedakan batas penyimpangan yang dapat menimbulkan kerugian dinyatakan dalam angka absolut dan dalam angka relatif, kadang-kadang digunakan dua macam istilah. Untuk batas penyimpangan yang absolut digunakan istilah “margin of Safety” dan untuk batas penyimpangan dalam angka yang relatif (dalam persentase dari penjualan) digunakan istilah “margin of safety ratio”. Untuk contoh tersebut di atas besarnya margin of safety adalah Rp 500.000 dan besarnya margin of safety ratio adalah 50%.

REFERENSI
Sutrisno. 2000. Manajemen Keuangan: Teori, Konsep dan Aplikasi. Penerbit EKONISIA, Yogyakarta.
Sanjaya, Ridwan & Inge, Berlian. 2003. Manajemen Keuangan. Jilid 1 & 2. Edisi ke empat. Literata Lintas Media.
Mulyadi. 1999. Akuntansi Biaya. Edisi 5. Aditya Media. Yogyakarta

Dwiretni.lecture.ub.ac.id/fles/2009/10/mk_9_break-even-point.docx