Pengertian
Break Even Point
Break
even point atau titik impas dapat diartikan sebagai suatu keadaan dimana dalam
operasi perusahaan, perusahaan tidak memperoleh laba dan tidak menderita rugi
(penghasilan = total biaya). (Munawir, 1986). Menurut Rosyandi (1985) break even point merupakan titik produksi dimana hasil penjualan akan tepat
sama dengan total biaya produksi.
Munawir (1986) menyatakan bahwa analisa break even point merupakan suatu analisa yang ditujukan untuk
menentukan tingkat penjualan yang harus dicapai oleh suatu perusahaan agar
perusahaan tersebut tidak menderita kerugian (keuntungan=0). Melalui analisa
BEP dapat dibuat perencanaan penjualan, sekaligus perencanaan tingkat produksi, agar
perusahaan secara minimal tidak mengalami kerugian. Selanjutnya karena harus
untung berarti perusahaan harus berproduksi di atas BEP atau titik
impas. (Rosyandi, 1985).
Analisis break even point
digunakan untuk menentukan hal-hal sebagai berikut: (1) jumlah penjualan minimum yang harus dipertahankan agar
perusahaan tidak mengalami kerugian. Jumlah penjualan minimum ini berarti juga
jumlah produksi minimum yang harus dibuat, (2) jumlah penjualan yang harus dicapai untuk memperoleh laba
yang telah direncanakan atau dapat diartikan bahwa tingkat produksi harus
ditetapkan untuk memperoleh laba tersebut, (3) mengukur dan menjaga agar penjualan dan
tingkat produksi tidak lebih kecil dari BEP, dan
(4) menganalisis perubahan harga jual, harga pokok dan
besarnya hasil penjualan atau tingkat produksi. Sehingga analisis
terhadap BEP merupakan suatu alat perencanaan
penjualan dan sekaligus perencanaan tingkat produksi, agar
perusahaan secara minimal tidak mengalami kerugian. Selanjutnya karena harus memperoleh
keuntungan berarti perusahaan harus berproduksi di atas BEP-nya (Prawirasentono, 1997).
Manfaat analisis BEP menurut Sutrisno (2000) adalah: (1) perencanaan
produksi dan penjualan sesuai target laba yang diinginkan, (2) perencanaan
harga jual normal atas barang yang dihasilkan untuk mencapai laba yang
ditargetkan dengan memproyeksikan target penjualan, (3) perencanaan dan
pemilihan metode produksi yang digunakan dan (4) penentuan titik tutup pabrik (shut down point), yaitu ketika penjualan
tidak mampu menutup biaya variabel dan biaya tetap tunai.
Dalam menggunakan analisis BEP, harus dipenuhi asumsi-asumsi dasar
sebagai berikut:
1.
Biaya di dalam perusahaan digolongkan kedalam dua jenis biaya, yaitu
biaya variabel dan biaya tetap. Jika ada biaya semi variabel harus dialokasikan
kedalam dua jenis biaya tersebut.
2.
Besarnya biaya variabel secara total berubah-ubah secara proporsionil
dengan volume produksi/penjualan. Ini berarti bahwa biaya variabel per unitnya
adalah tetap sama.
3.
Besarnya biaya tetap secara total tidak berubah meskipun ada perubahan
volume produksi/penjualan. ini berarti bahwa biaya tetap per unitnya
berubah-ubah karena adanya perubahan volume kegiatan.
4.
Harga jual per unit tidak berubah selama periode analisis.
5.
Perusahaan hanya memproduksi satu macam produk. Apabila diproduksi lebih
dari satu macam produk, perimbangan penghasilan penjualan antara masing-masing
produk harus tetap.
Metode
Perhitungan BEP
Untuk menentukan BEP suatu usaha bisnis dapat digunakan beberapa cara
yaitu: (1) pendekatan trial and error,
(2) pendekatan grafik, dan (3) pendekatan matematis. Perhitungan break-even point dengan
pendekatan trial and error
(coba-coba), yaitu dengan menghitung keuntungan operasi dari suatu volume
produksi/penjualan tertentu dan terus diulang hingga menghasilkan volume
produksi/penjualan yang menghasilkan keuntungan =0 (Total Revenu=Total Cost). Apabila perhitungan menghasilkan keuntungan
maka hitung kembali dengan mengambil volume penjualan/produksi yang lebih
rendah sebaliknya jika hasil perhitungan mengalami kerugian maka hitung kembali
dengan mengambil volume penjualan/produksi yang lebih besar. Demikian dilakukan seterusnya hingga dicapai
volume penjualan/produksi di mana penghasilan penjualan tepat sama dengan besarnya
biaya total. Contoh: Suatu perusahaan bekerja dengan biaya tetap sebesan Rp
300.000. Biaya variabel per unit Rp 40. Harga jual per unit Rp l00. Kapasitas
produksi maksimal 10.000 unit. BEP usaha ini dihitung dengan cara coba-coba
dengan menghitung keuntungan saat volume
produksi 6.000 unit. Dengan volume produksi 6.000 unit maka dapat dihitung
keuntungan operasi sebagai berikut:
Π = Q x P – (FC + (Q x VC))
= (6.000 x Rp 100) – (Rp
300.000,00 + (6.000 x Rp 40))
= Rp 600.000 - (Rp 300.000 +
Rp 240.000)
= Rp 60.000
Pada volume produksi 6.000 unit
perusahaan masih mendapatkan keuntungan. Ini berarti bahwa break-even pointnya terletak di bawah 6.000 unit. Hitung kembali
dengan memisalkan volume penjualannya sebesar 4.000 unit, dan hasil
perhitungannya adalah sebagai berikut:
=
(4.000 x Rp 100) — (Rp 300.000 + (4.000 x Rp 40))
= Rp
400.000 — (Rp 300.000 + Rp160.000)
= - Rp
60.000,00
Pada volume 4.000 unit ternyata diderita kerugian sebesar Rp 60.000
sehingga break-even pointnya lebih
besar dari 4.000 unit. Misalkan volume penjualannya 5.000 unit, dan hasil
perhitungannya adalah sebagai berikut:
=
(5.000 x Rp 100) — (Rp 300.000 + (5.000 x Rp 40))
= Rp
500.000 — (Rp 300.000 + Rp 200.000)
= Rp
0.
Ternyata
pada volume produksi penjualan 5.000 unit tercapai break-even point dimana
keuntungan nettonya sama dengan nol.
Pendekatan grafik dilakukan
dengan menggambarkan unsur-unsur biaya dan penghasilan kedalam sebuah gambar
grafik. Dalam gambar tersebut akan terlihat garis-garis biaya tetap, biaya
total yang menggambarkan jumlah biaya tetap dan biaya variabel, dan garis
penghasilan penjualan. Besarnya volume produksi/penjualan dalam unit
digambarkan pada sumbu horizontal (sumbu X) dan besarnya biaya dan penghasilan
penjualan digambarkan pada sumbu vertikal (sumbu Y).
Untuk menggambarkan garis biaya tetap dalam grafik break even point dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan
menggambarkan garis biaya tetap secara horizontal sejajar dengan sumbu X, atau
dengan menggambarkan garis biaya tetap sejajar dengan garis biaya variabel.
Pada cara yang kedua, besarnya contribution
margin akan tampak pada gambar break
even point tersebut.
Penentuan break even point pada grafik, yaitu pada titik dimana terjadi
persilangan antara garis penghasilan penjualan dengan garis biaya total. dan
Apabila titik tersebut kita tarik garis lurus vertikal ke bawah sampai sumbu X
akan tampak besarnya break even point
dalam unit. dan Kalau titik itu ditarik garus lurus horizontal ke samping
sampai sumbu Y, akan tampak besarnya break
even point dalam rupiah.
Untuk jelasnya, perhatikan contoh berikut ini: Suatu perusahaan beroperasi dengan biaya
tetap sebesar Rp 300.000, biaya variabel per unit Rp 40. Harga jual produk per unit Rp l00. Kapasitas produksi maksimal
10.000 unit. Dengan dua cara dalam menggambarkan garis biaya tetap, atas dasar
data tersebut, kita dapat membuat dua gambar break even point
Gambar 1. Grafik BEP dengan Biaya
Tetap Sejajar Sumbu X
Gambar 2. Grafik BEP dengan Biaya Tetap yang Sejajar Garis Biaya
Variabel
Dari Gambar 1 dan Gambar 2 tersebut terlihat bahwa break even point tecapai pada volume penjualan sebesar Rp 500.000
atau dinyatakan dalam unit sebanyak 5.000 unit. Pada Gambar 2. adalah lebih
baik karena pada gambar tersebut tampak konsep contribution margin. Dalam gambar tersebut break-even point
tercapai pada volume kegiatan di mana contribution
margin (yaitu penghasilan penjualan minus biaya variabel) tepat sama
besarnya dengan biaya tetap, yaitu pada volume penjualan Rp 500.000 atau dalam
unit sebanyak 5.000 unit.
Perhitungan BEP dengan pendekatan matematis menggunakan rumus aijabar
dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: (a) atas dasar unit dan (b) atas dasar
nilai penjualan dalam rupiah.
a.
Perhitungan BEP atas dasar unit dapat dilakukan dengan menggunakan
rumus:
........................................................................ (1)
dimana
P =
harga jual per unit
V =
biaya variabel per unit
FC =
biaya tetap
Q =
jumlah unit/kuantitas produk yang dihasilkan dan dijual.
Dari
contoh di atas dapat dihitung secara langsung dalam unit dengan menggunakan
rumus pada persamaan 1 dan hasilnya adalah sebagai berikut:
b. Perhitungan break-even point atas dasar nilai penjualan dalam rupiah
dapat dilakukan dengan menggunakan rumus aljabar sebagai berikut:
............................................................................... (2)
dimana:
FC =
biaya tetap
VC =
biaya variabel
S =
volume penjualan
Dengan
menggunakan contoh pada bagian sebelumnya, BEP penjualan yang dinyatakan dalam
rupiah dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 2 sebagai berikut:
Dari
hasil perhitungan tersebut dapat diketahui bahwa volume penjualan BEP yang dinyatakan dalam rupiah sebesar Rp 500.000.
Apabila volume penjualan tersebut dibagi dengan harga jual per unit, hasilnya
menunjukkan break-even point dalam unit yaitu:
Dalam analisa BEP perlu pula dipahami konsep Margin of Safety. Margin of
safety merupakan batas penurunan penjualan yang bisa ditolerir oleh
perusahaan agar tidak menderita kerugian (Sutrisno, 2000). Besarnya margin of safety dapat dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
Margin
of Safety merupakan angka yang menunjukkan jarak antara penjualan yang
direncanakan atau dibudgetkan (budgeted
Sales) dengan penjualan pada break
even. Dengan demikian maka margin of
safety adalah juga menggambarkan batas jarak, dimana kalau berkurangnya
penjualan melampaui batas jarak tersebut, perusahaan akan menderita kerugian.
Dari contoh, besamya margin of safety
dapat dihitung sebagai berikut:
Angka margin of safety sebesar
50% menunjukkan jika jumlah penjualan yang nyata berkurang atau menyimpang
lebih besar dari 50% (dari penjualan yang direncanakan) perusahaan akan
menderita kerugian. Kalau berkurangnya penjualan hanya 40% dari yang
direncanakan, perusahaan belum menderita kerugian.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa makin kecil margin of safety berarti makin cepat perusahaan menderita kerugian dalam hal adanya penurunan jumlah
penjualan yang nyata. Untuk membedakan batas penyimpangan yang dapat
menimbulkan kerugian dinyatakan dalam angka absolut dan dalam angka relatif,
kadang-kadang digunakan dua macam istilah. Untuk batas penyimpangan yang
absolut digunakan istilah “margin of
Safety” dan untuk batas penyimpangan dalam angka yang relatif (dalam
persentase dari penjualan) digunakan istilah “margin of safety ratio”. Untuk contoh tersebut di atas besarnya margin of safety adalah Rp 500.000 dan
besarnya margin of safety ratio
adalah 50%.
REFERENSI
Sutrisno. 2000. Manajemen Keuangan: Teori, Konsep
dan Aplikasi. Penerbit EKONISIA, Yogyakarta.
Sanjaya, Ridwan & Inge, Berlian. 2003. Manajemen Keuangan. Jilid 1 & 2.
Edisi ke empat. Literata Lintas Media.
Mulyadi. 1999. Akuntansi Biaya. Edisi 5. Aditya Media.
Yogyakarta
Dwiretni.lecture.ub.ac.id/fles/2009/10/mk_9_break-even-point.docx
Tidak ada komentar:
Posting Komentar